SUKABUMITREN.COM - Keluarga Masita, yang merupakan ahli waris Labbai bin Sonde, pada Rabu, 17 Desember 2025, datang ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar, guna menyerahkan surat keterangan perihal tanahnya di Lantebung, Makassar, adalah bukan tanah sengketa. Penyerahan surat keterangan itu wajib dipenuhi Masita, agar memperoleh pencairan uang ganti rugi atas tanah miliknya, yang terdampak Proyek Jalur Kereta Api Makassar-Parepare Segmen E di Lantebung.
Penyerahan surat keterangan itu dilakukan Idul, satu dari empat anak lelaki Masita. Perempuan kelahiran Ujung Pandang (kini Makassar), 17 November 1949, ini tidak bisa datang sendiri ke PN Makassar, karena usianya sudah sangat renta. Bersama suaminya, Daeng Rebali, Masita tinggal di rumah sangat sederhana di Jalan Lantebung, RT 001/RW 006, Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar.


Bukti penyerahan surat ke PN Makassar, serta Masita dan anaknya, Idul
Di rumah ini pula, pada 5 Desember 2025, datang sepucuk surat bersampul hijau dari PN Makassar. Isi surat itu menyatakan: Berdasarkan Penetapan PN Makassar tanggal 4 September 2025, No. 23/Pdt.P-Kons/2025/PN Mks, Masita berhak menerima ganti rugi atas tanah miliknya seluas 98 meter persegi, yang terletak di Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar.
Tanah seluas 98 meter persegi itu adalah bagian dari tanah seluas 191,82 meter persegi milik Masita. Dalam data tertulis yang diperoleh keluarga Masita pada akhir 2021, di tanah itu tercantum dua nama pemilik, yakni Masita dan PT Bumi Karsa. Nama terakhir ini adalah nama perusahaan konstruksi milik Kalla Grup di Makassar.

Surat dari PN Makassar, dan rumah Masita di Lantebung, Makassar
Di lokasi itu pula, ada empat bidang tanah milik Sangkala Jufri, yang seperti Masita juga merupakan ahli waris Labbai. Empat bidang tanah itu masing-masing memiliki luas dalam meter persegi sebesar: 124539,00; 57157,00; 47844,00, dan 43257.00. Dari masing-masing luas itu, bagian tanah yang terdampak Proyek Jalur Kereta Api Makassar-Parepare Segmen E adalah (dalam meter persegi): 2899,00; 6242,00; 3616,00; dan 199,00.
Namun, sama seperti tanah Masita, di tanah seluas itu ada nama lain di luar Sangkala sebagai pemilik, yakni PT Bumi Karsa. Saat inventarisasi dan identifikasi atas tanah yang terdampak Proyek Jalur Kereta Api Makassar-Parepare Segmen E pada 7 November 2022, ahli waris Labbai akhirnya juga mengetahui, bahwa Sangkala hanya mendapat ganti rugi atas tanah itu seluas 15 meter dan 3 meter saja.
Sesuai data dari Irwan Ilyas, jurubicara ahli waris Labbai bin Sonde, tanah Sangkala dan seluruh ahli waris Labbai di lokasi itu telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dengan Nomor 2/BIRA/tanggal 7 Juni 1967. SHM ini juga telah tercatat dalam Daftar Hasil Penelitian Penerima Redistribusi Tanah (Buku B) Kelurahan Bira. Salinan Buku B ini, dan SK Redis Buku A yang sesuai dengan aslinya, juga telah diperoleh ahli waris Labbai pada 1 Agustus 2022.

Data pemilik tanah yang terdampak Proyek Jalur Kereta Api di Lantebung
Berbeda dengan ahli waris Labbai, klaim PT Bumi Karsa atas tanah itu didasarkan atas kepemilikan Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 20842, 20843, 21553, dan 21554. Empat SHGB ini berasal dari SHM Nomor 20069, 20264, 20265, 20266, dan 20227. Lima SHM ini merupakan hasil perubahan dari SHM Nomor 95, 96, 97, 98, dan 99 atas nama Intang, Haji Kanang, Kanang, Daeng Intang, dan H. Raiya Dg. Kanang.
SHM Nomor 95 sampai 99 itu diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Makassar pada 3 Oktober 1978 di atas tanah milik Labbai di Lantebung. Berbekal SHM ini pula, pada 30 Desember 1980, tanah milik Labbai itu dijual M. Sagaf Saleh, anak tiri H. Raiya Dg. Kanang, kepada Ramlah Kalla, Erwin Aksa, H. Sitti Atira Kalla, Sadikin Aksa, dan Melinda Aksa. Saat itu, H. Raiya Dg. Kanang telah meninggal dunia, yakni pada 18 Februari 1979.
Selanjutnya, pada 7 Juli 1991, tanah itu diserahkan Ramlah Kalla, Erwin Aksa, H. Sitti Atira Kalla, Sadikin Aksa, dan Melinda Aksa ke PT Bumi Karsa. Atas saran Kantor Pertanahan Kota Makassar, klaim kepemilikan PT Bumi Karsa atas tanah itu kemudian digugat Sangkala ke PN Makassar.


Bukti penyerahan tanah ke PT Bumi Karsa, serta Sangkala Jufri bersama ahli waris Labbai
Dalam sidang di PN Makassar pada 20 dan 27 November 2025, tawaran Rp 150 miliar dari Sangkala bagi tanahnya di Lantebung itu, dijawab kuasa hukum PT Bumi Karsa dengan tawaran uang damai senilai Rp 150 juta. Tawaran uang damai itu ditolak Sangkala, sehingga membuat ahli waris Labbai ini masih harus berseteru melawan PT Bumi Karsa di PN Makassar.
Bila Masita, yang tanahnya sempat diklaim PT Bumi Karsa, akhirnya ditetapkan PN Makassar mendapat ganti rugi proyek jalur kereta api di Lantebung, maka penetapan hukum itu semestinya diberikan pula kepada Sangkala. (*)
