SUKABUMITREN.COM - Sepucuk surat Nomor: 23/Pdt.P-Kons/2025/PN Mks dari Pengadilan Negeri (PN) Makassar diterima pada Jumat, 5 Desember 2025, oleh Masita. Salah seorang ahli waris Labbai bin Sonde ini menerima surat itu di rumahnya di Jalan Lantebung, RT 001/RW 006, Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar. Dalam surat itu tertulis: Masita berhak menerima ganti kerugian atas tanah miliknya seluas 98 meter persegi, yang terletak di Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar.
Ganti rugi diberikan, karena tanah itu terdampak Proyek Jalur Kereta Api Makassar-Parepare Segmen E, yang kini tengah berlangsung di Lantebung. Irwan Ilyas, jurubicara keluarga ahli waris Labbai, meminta, agar jumlah uang ganti rugi tidak disebutkan, demi keamanan dan kenyamanan Masita. “Perjuangannya luar biasa sekali untuk bisa sampai mendapatkan uang ganti rugi itu,” ucap Irwan.
Surat dari PN Makassar yang diterima Masita
Lelaki kelahiran Makassar, 19 Juni 1970, ini mengatakan, ikhwal uang ganti rugi itu diketahui ahli waris Labbai dari surat undangan Kantor Pertanahan Kota Makassar pada 3 Oktober 2024. Dalam surat itu tertulis, bahwa pada tanggal tersebut, pukul 09:00 WITA, ahli waris Labbai diminta hadir ke Hotel Dalton, Makassar.
“Sehubungan dengan akan dilaksanakan kegiatan musyawarah penetapan Bentuk Ganti Kerugian Pengadaan Tanah Pembangunan Jalur Kereta Api Makassar-Parepare (Segmen E) yang berlokasi di Kelurahan Bira,” demikian tertulis dalam surat undangan itu.
“Di sana pula, saya akhirnya tahu jumlah uang ganti rugi yang diperoleh ahli waris Labbai,” kata Irwan.


Undangan Kantor Pertanahan Kota Makassar (atas), dan suasana pertemuan di Hotel Dalton, Makassar, 3 Oktober 2024
Tak hanya tahu tentang jumlah uang ganti rugi yang didapat keluarganya, Irwan saat itu juga mengaku kaget, karena tanah ahli waris Labbai itu telah diklaim PT Bumi Karsa sebagai miliknya. Salah seorang ahli waris Labbai yang terdampak klaim itu adalah Sangkala Jufri. Tanah miliknya seluas 1,2 hektar diklaim PT Bumi Karsa, perusahaan kontruksi milik Kalla Grup.
Baca juga: Tanah Dijual H. Raiya Dg. Kanang, Ahli Waris Labbai-PT Bumi Karsa Jadi Seteru di Lantebung Makassar
Akibatnya, dalam Proyek Jalur Kereta Api Makassar-Parepare Segmen E di Lantebung itu, Sangkala hanya memperoleh ganti rugi atas tanah tersebut seluas 3 meter dan 15 meter saja. “Tanah Masita pun semula sempat diklaim oleh PT Bumi Karsa,” ujar Irwan.
Ahli waris Labbai akhirnya menggugat PT Bumi Karsa ke PN Makassar. Dalam sidang mediasi pertama di PN Makassar, 20 November 2025, ahli waris Labbai resmi mengajukan tawaran Rp 150 miliar atas tanah seluas total 27 hektar di Lantebung itu. Namun, dalam sidang mediasi kedua pada 27 November 2025, PT Bumi Karsa mengajukan tawaran balik berupa uang damai senilai Rp 150 juta.
Tawaran itu ditolak ahli waris Labbai. Pasalnya, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di Lantebung kini, menurut Irwan, adalah sekitar Rp 1,4 juta per meternya. Terbukti, Kementerian Keuangan RI, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Lembaga Manajemen Aset Negara, dalam surat tertanggal 7 Mei 2025, menyatakan, telah menyiapkan pembayaran senilai Rp 23.436.140.166.00 (dua puluh tiga miliar empat ratus tiga puluh enam juta seratus empat puluh ribu seratus enam puluh enam rupiah) untuk ganti rugi tanah warga yang terkena proyek di Lantebung itu.

Data tanah milik Sangkala Jufri yang diklaim PT Bumi Karsa
“Jadi, wajar, kalau ahli waris Labbai menawar harga Rp 150 miliar atas tanah miliknya itu,” tegas Irwan, yang mengaku sangat prihatin dengan hidup keluarga Labbai saat ini, yang disebutnya sangat menderita, kendati memiliki tanah warisan hingga seluas 27 hektar di Lantebung.
“Kalau bukan generasinya yang sudah berkeluarga, mungkin rumah-rumahnya masih tidur sama kambing, bebek, dan ayam-ayamnya. Sedangkan harta dari orangtuanya berhektar-hektar dicaplok oleh PT Bumi Karsa Grup Kalla. Mereka tidak punya hati nurani, dengan menerbitkan SHGB di lokasi ahli waris Labbai,” urai Irwan.
“Dia (PT Bumi Karsa) lupa dan tak sadar diri, bahwa SHGB itu secara tidak langsung sudah mengakui, bahwa lokasi (tanah di Lantebung) bukan miliknya. Dia (PT Bumi Karsa) cuma berhak mendirikan bangunan yang bukan miliknya (di tanah itu),” tutur Irwan.

Irwan Ilyas, saat membawa foto Labbai ke PN Makassar
Kini, seiring pemberian ganti rugi atas tanah Masita, Irwan pun berharap, tanah-tanah ahli waris Labbai lainnya di Lantebung dikembalikan secara sah kepada keluarganya. Pada 1 Desember 2025, Irwan telah mengirimkan surat memohon bantuan keadilan kepada Presiden Prabowo Subianto.
Pada tanggal itu juga, Irwan mendapat pernyataan resmi dukungan dari Organisasi Masyarakat (Ormas) Garda Bela Negara Nasional (GBNN) Sulawesi Selatan (Sulsel), melalui Kasatgas Ormas GBNN Sulsel, Adhi Dg. Lengu.
“Semoga, lewat bantuan GBNN, surat kepada Presiden itu segera mendapat jawaban,” kata Irwan. (*)
