SUKABUMITREN.COM - Jurubicara keluarga ahli waris Labbai bin Sonde, Irwan Ilyas, pada Kamis, 4 Desember 2025, sekitar pukul 10:00 WITA, datang membawa foto Labbai ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Dalam foto itu tertulis kalimat: LABBAI bin SONDE MENCARI KEADILAN. Irwan mengaku, kedatangannya ke PN Makassar saat itu adalah dengan tujuan tunggal: keluarganya memperoleh keadilan dalam kasus sengketa tanah di Kampung Lantebung, Makassar, melawan PT Bumi Karsa, perusahaan kontruksi milik Kalla Grup.
“Dia (PT Bumi Karsa) lupa dan tak sadar diri, bahwa (menggunakan) SHGB itu secara tidak langsung sudah mengakui, bahwa lokasi (di Lantebung) bukan miliknya. Dia (PT Bumi Karsa) cuma berhak mendirikan bangunan di tanah yang bukan miliknya,” ujar Irwan.
Lelaki kelahiran Makassar, 19 Juni 1970, ini mengatakan, SHGB Nomor 20842, 20843, 21553, dan 21554 milik PT Bumi Karsa itu berasal dari SHM Nomor 20069, 20264, 20265, 20266, dan 20227. SHM ini hasil perubahan dari SHM Nomor 95, 96, 97, 98, dan 99 atas nama Intang, Haji Kanang, Kanang, Daeng Intang, dan H. Raiya Dg. Kanang.
SHM Nomor 95 sampai 99 ini diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Makassar pada 3 Oktober 1978, di atas tanah milik Labbai di Lantebung. Berbekal SHM itu, pada 30 Desember 1980, tanah ini dijual M. Sagaf Saleh, anak tiri H. Raiya Dg. Kanang, kepada Ramlah Kalla, Erwin Aksa, H. Sitti Atira Kalla, Sadikin Aksa, dan Melinda Aksa. Saat itu, H. Raiya Dg. Kanang telah meninggal dunia, yakni pada 18 Februari 1979.
Sesuai Surat Keterangan Kelurahan Bira, Nomor 19/II/KB/1986, tertanggal 3 Februari 1986, disebutkan: M. Sagaf Saleh Al Hasni tak pernah tinggal atau bertempat tinggal di Kelurahan Bira, Kecamatan Biringkanaya. Surat ini menjadi petunjuk penting bagi ahli waris Labbai. Sebab, tanah yang ditransaksikan itu berada di Kampung Lantebung, Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar. Dulu, tanah ini berada di Kampung Lantebung, Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros.
Surat Keterangan Kelurahan Bira tanggal 3 Februari 1986
Sesuai Beuslit Pemerintah Belanda Tahun 1927-1939, Labbai adalah warga asli yang telah menetap di Lantebung sejak 1927. Status ini membuat bapak tiga anak perempuan dan tujuh anak lelaki itu mendapat pemberian hak milik atas tanah dari objek land reform di Kampung Lantebung, sesuai Surat Keputusan (SK) Kepala Inspeksi Agraria Sulawesi Selatan dan Tenggara Nomor 95/XVlll/169/5/1965, Tanggal 21 Januari 1965.
Baca juga: Tanah Dijual H. Raiya Dg. Kanang, Ahli Waris Labbai-PT Bumi Karsa Jadi Seteru di Lantebung Makassar
Labbai menerima tanah seluas 38.971 M², dengan kode Persil D/XVll/169/1836. Sesuai ketentuan SK itu, Labbai dan ahli warisnya punya kewajiban mengangsur tanah ini selama 15 tahun, sejak dikeluarkannya SK itu. Tanah ini juga tak bisa diperjualbelikan atau dialihkan kepemilikannya selama 15 tahun ke depan. Karena itu, Labbai dan ahli warisnya pun tidak pernah menjual atau mengalihkan kepemilikan tanah ini.
Labbai bahkan telah meningkatkan status kepemilikan tanahnya itu menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 2/BIRA/tanggal 7 Juni 1967. Data SHM ini tercatat dalam Daftar Hasil Penelitian Penerima Redistribusi Tanah (Buku B) Kelurahan Bira. Salinan Buku B ini, dan SK Redis Buku A yang sesuai dengan aslinya, telah diperoleh ahli waris Labbai pada 1 Agustus 2022.
Berbekal data kepemilikan tanah yang lengkap itu, Irwan menilai, ahli waris Labbai semestinya mendapat ganti rugi yang layak dalam Proyek Jalur Kereta Api Segmen E Maros-Makassar di Lantebung. Sebab, ada tanah seluas 1,5 hektar milik Sangkala Jufri, salah seorang ahli waris Labbai, yang terdampak proyek itu. Namun, ungkap Irwan, “Tanah Sangkala itu diklaim PT Bumi Karsa. Sangkala hanya mendapatkan bagian 3 meter dan 15 meter atas tanahnya itu.”

Peta tanah milik ahli waris Labbai di Lantebung, Makassar
Atas saran Kantor Pertanahan Kota Makassar, ahli waris Labbai kemudian menggugat PT Bumi Karsa ke ke PN Makassar. Namun, dalam sidang mediasi di PN Makassar, tawaran ahli waris Labbai senilai Rp 150 miliar atas tanah seluas total 27 hektar di Lantebung itu, hanya ditawar dengan uang damai Rp 150 juta oleh kuasa hukum PT Bumi Karsa.
Tak hanya menolak tawaran itu, ahli waris Labbai pun mengirimkan surat memohon bantuan keadilan kepada Presiden Prabowo Subianto, Senin, 1 Desember 2025. Pada Senin dan Selasa, 1 dan 2 Desember 2025, ahli waris Labbai juga mendapat pernyataan resmi dukungan dari Organisasi Masyarakat (Ormas) Garda Bela Negara Nasional (GBNN) Sulawesi Selatan (Sulsel). Pernyataan dukungan ini diutarakan lewat Whatsapp (WA) oleh Kasatgas Ormas GBNN Sulsel, Adhi Dg. Lengu, kepada Irwan.

Bukti pengiriman surat kepada Presiden Prabowo Subianto (atas), dan Kasatgas Ormas GBNN Sulsel, Adhi Dg. Lengu
Irwan berharap, dukungan Ormas GBNN Sulsel akan membuat surat kepada Presiden Prabowo Subianto bisa selekasnya mendapat jawaban, berupa keadilan atas tanah milik ahli waris Labbai di Lantebung. (*)
